Pencarian

Custom Search

Cerita Anak: Riwayat Si Batu

Dahulu kala, di daerah Anyer, ada sebuah kerajaan yang cukup besar. Raja yang memerintah tidak di sukai olah rakyatnya. Begitu pula dengan Permaisuri. Sang Raja sangat kejam. Sementara itu, Permaisuri seorang yang amat suka menghambur–hamburkan uangnya. Raja membebenkan pajak yang sangat tinggi kepada rakyatnya. Uang pajak di gunakan Permaisuri untuk berpesta. Pakaian mahal dan aneka emas permata belinya.

Pada suatu hari, di pagi yang cerah Raja dan Permaisuri mengadakan pesta besar di kebun istana. Orang-orang kaya dan pembesar kerajaan hadir. Mereka berpesta penuh suka cita. Saat tengah asyik makan dan minum, seorang lelaki tua tiba-tiba muncul di pesta itu. Lelaki tua itu sangat kotor. Pakainnya penuh tambalan. Tak seorang pun tahu dari mana asalnya.

Lelaki tua itu mendatangi setiap meja dan meminta sedikit makanan. Akan tetapi, tak seorang pun memberi. Raja memerintah para pengawal untuk mengusirnya. “Yang Mulia,” ratap lelaki tua itu, “ Kasihanilah hamba. Hamba yang renta ini sudah beberapa hari tak mendapatkan makanan.”

Permaisuri kesal. “pergilah orang tua bau!” ujarnya penuh kemarahan, “kau sungguh tak pantas ada disini! Pesta ini hanya untuk orang-orang kaya dan para pembesar kerajaan!” Para pengawal menyeret dengan kasar lelaki itu. Lelaki tua itu meronta-ronta. Raja, Permaisuri, dan para tamu menertawakannya.

Whuuush! Angin tiba - tiba bertiup amat kencang. Suara petir menggelegar memakakkan telinga. lalu, ada cahaya yang amat terang. Plop! Lelaki tua itu lenyap. Sebagai gantinya, di tempat itu berdiri seorang lelaki penuh wibawa. ”Kalian sungguh tidak berperikemanusiaan!” ucapnya. “Kalian sangat kejam! Kalian tak punya perasaan!” Seketika keadaan pun gelap. Ketika kembali terang, Raja, Permaisuri, dan semua yang hadir di pesta itu tak ada lagi. Begitu pun bangunan istana. Yang ada hanya batu-batu berbentuk manusia bertebaran di sana – sini.

“ Itulah hukuman bagi manusia - manusia tak berperasaan!” terdengar lagi suara laki-laki itu. Ribuan tahun berlalu. Batu- batu itu tetap masih ada. Akan tetapi, tak lagi berbentuk manusia, hanya berupa batu besar. Orang menamakan tempat itu Sibatu. Para orang tua sering menceritakan kisah Sibatu kepada anak - anak mereka dan menasihati untuk tidak berkelakuan seperti orang-orang yang menjadi batu itu.

Sumber : Inilah Bahasa Indonesiaku, Kelas V SD dan MI, Penerbit Platinum.

Komentar

Postingan Populer